Pengertian Balanced
Scorecard
Organisasi
sektor publik berhubungan langsung dengan penyediaan services and goods
untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan masyarakat. Dalam hal ini masyarakat
merupakan pelanggan yang harus dilayani dengan baik sehingga dalam rangka
memenuhi customer satisfaction, sangat perlu ditanamkan pola pikir (mind
set) terhadap para pengelola organisasi layanan publik tentang bagaimana
meningkatkan kepuasan pelanggan (masyarakat). Peningkatan income tanpa
diimbangi dengan kepuasan masyarakat belum menunjukkan keberhasilan organisasi
publik seperti ini.
Kinerja
organisasi publik harus dilihat secara luas dengan mengidentifikasi
keberhasilan organisasi tersebut dalam memenuhi kebutuhan masyarakat.
Pendekatan dalam pengukuran kinerja bisa dimodifikasi agar layak digunakan
untuk menilai kinerja akuntabilitas publik dengan sebenarnya. Balanced
Scorecard dan Value for Money bisa digunakan dalam berbagai macam
cara agar mampu mendeteksi ketercapaian organisasi publik dalam melayani
pelanggan (masyarakat).
Balanced
Scorecard (BSC) merupakan pendekatan baru terhadap manajemen,
yang dikembangkan pada tahun 1990-an oleh Robert Kaplan (Harvard Business
School) dan David Norton (Renaissance Solution, Inc.). Pengakuan atas beberapa
kelemahan dan ketidakjelasan dari pendekatan pengukuran kinerja keuangan
sebelumnya, BSC menyajikan sebuah perspektif yang jelas sebagaimana sebuah
perusahaan harus mengukur supaya tercapai keseimbangan perspektif keuangan.
Kaplan dan Norton merangkum rasional untuk BSC sebagai berikut. BSC tetap
mempertahankan pengukuran keuangan tradisional. Tetapi pengukuran keuangan
menceritakan kejadian masa lalu, suatu laporan yang cukup untuk era industri
untuk kemampuan investasi jangka panjang dan relationship pelanggan tidak
secara kritis untuk keberhasilan. Pengukuran keuangan adalah tidak layak,
bagaimanapun juga, untuk memandu dan mengevaluasi suatu perjalanan yang mana
perusahaan pada era informasi harus membuat suatu nilai masa depan melalui
investasi dalam pelanggan, pemasok, pekerja, proses, teknologi, dan inovasi.
BSC menyarankan bahwa kita melihat suatu kinerja organisasi dari empat
perspektif berikut: (1) The Learning and Growth Perspective, (2) The
Business Process Perspective, (3) The Customer Perspective, dan (4) The
Financial Perspective.
Balanced
Scorecard Model ini pada awalnya memang ditujukan untuk
memperluas area pengukuran kinerja organisasi swasta yang profit-oriented.
Pendekatan ini mengukur kinerja berdasarkan aspek finansial dan non finansial
yang dibagi dalam empat perspektif, yaitu perspektif finansial, perspektif
pelanggan, perspektif proses internal, dan perspektif inovasi &
pembelajaran (Quinlivan, 2000).
1.
Perspektif Finansial
Perspektif
ini melihat kinerja dari sudut pandang profitabilitas ketercapaian target
keuangan, sehingga didasarkan atas sales growth, return on investment,
operating income, dan cash flow.
2.
Perspektif Pelanggan.
Perspektif
pelanggan merupakan faktor-faktor seperti customer satisfaction, customer
retention, customer profitability, dan market share
3.
Perspektif Proses Internal
Perspektif
ini mengidentifikasi faktor kritis dalam proses internal organisasi dengan
berfokus pada pengembangan proses baru yang menjadi kebutuhan pelanggan.
4.
Perspektif Inovasi dan Pembelajaran.
Perspektif
ini mengukur faktor-faktor yang berhubungan dengan teknologi, pengembangan
pegawai, sistem dan prosedur, dan faktor lain yang perlu diperbaharui.
Proses
implementasi BSC dapat diuraikan sebagai berikut:
1.
Mendefinisikan Tujuan, Sasaran, Strategi
dan Program Organisasi
Kita
tidak bisa menilai segala sesuatu jika tidak mempunyai kriteria yang jelas sebagai pedoman
penilaian. Demikian juga, jika kita hendak menilai kinerja organisasi harus
mempunyai kriteria yang jelas. Kriteria ini adalah indikator pencapaian tujuan,
sasaran, strategi, dan program. Dengan demikian langkah pertama pengukuran
kinerja dengan BSC adalah pendefinisian tujuan, sasaran, strategi, dan program
sebagai dasar menentukan indikator pengukuran.
2.
Merumuskan Framework Pengukuran Setiap
Jenjang Manajerial.
Dalam
tahap ini dirumuskan area pengukuran kinerja secara bertingkat dengan
berpedoman pada struktur organisasi yang ada untuk diarahkan pada pencapaian
tujuan dengan tingkat kedalaman yang berbeda-beda. Selain itu juga dirumuskan
pengukuran kinerja untuk setiap individu, team, dan kelompok organisasi.
3.
Mengintegrasikan Pengukuran ke Dalam
Sistem Manajemen.
Sistem
pengukuran kinerja yang telah dirumuskan merupakan sub sistem manajemen
organisasi. Oleh karena itu, sistem pengukuran kinerja harus diitegrasikan ke
dalam sistem manajemen baik formal maupun non formal organisasi. Sistem
pengukuran kinerja merupakan bagian dari perencanaan, pengorganisasian,
pengkoordinasian, motivasi dan pengendalian yang ditetapkan organisasi.
4.
Monitoring Sistem Pengukuran Kinerja.
Implementasi
sistem pengukuran kinerja harus selalu dimonitor karena organisasi selalu
menghadapi lingkungan yang dinamis. Kondisi pada saat sistem didesaian sangat
mungkin tidak relevan lagi akibat perubahan lingkungan. Oleh karena itu, perlu
dilakukan monitoring terhadap ukuran yang telah ditetapkan dan hasilnya secara
terus menerus secara konsisten, dan
mengevaluasinya untuk memperbaiki sistem pengukuran pada periode
berikutnya. Menghadapi turbulensi lingkungan ini, organisasi kemungkinan
mengubah strategi pencapaian tujuannya. Monitoring dilakukan dengan mengidentifikasi
permasalahan berkaitan dengan (1) Bagaimana
organisasi berjalan sampai saat ini?, (2) Bagaimana efektivitas strategi
organisasi dalam pencapaian tujuan?, (3) Bagaimana strategi berubah sejak awal
hingga akhir? (3) Bagaimana sistem pengukuran bisa mencapai strategi yang
berubah-ubah? (4) Bagaimana organisasi bisa memperbaiki sistem pengukuran.
Balanced Scorecard System pertama kali
dikenalkan sebagai alat untuk menilai kinerja pada perusahaan komersial. Namun,
sebetulnya pemanfaatan BSC ini bisa oleh semua jenis organisasi. BSC dapat
digunakan dengan berbagai macam cara. Pada organisasi publik yang mengedepankan
layanan publik, BSC perlu diadaptasikan sehingga menghasilkan pengukuran yang
sesuai dengan tujuan utama organisasi. Pada organisasi komersial model BSC
sebagaimana dirumuskan Norton & Kaplan, menempatkan perpekstif finansial di
atas ketiga perspektif lainnya (lihat gambar 9.2). Hal ini berarti bahwa semua
komponen kinerja non finansial dilakukan dalam rangka mengoptimalkan kinerja
finansial misalnya profit dan return on investment (ROI). Model
seperti sangat beralasan karena memang tujuan utama organisasi adalah
memaksimalkan laba. Maka menjadi
pertanyaan sekarang adalah bagaimana BSC untuk organisasi publik yang
berorientasi bukan semata berorientasi pada penumpukan laba.
D.
Organisasi Publik dan Orientasi Pada Pelanggan
Berdasarkan karakteristiknya, organisasi publik
dapat dibedakan menjadi dua, yaitu pure non profit organizations dan quasy
non profit organizations. Pure non profit organizations adalah organisasi
publik yang menyediakan
atau menjual barang dan / atau jasa dengan maksud untuk melayani dan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sumber pendanaan organisasi ini berasal
dari pajak, retribusi, utang, obligasi, laba BUMN/BUMD, penjualan asset negara,
dsb, misalnya pemerintahan. Sedangkan quasy
non profit organizations merupakan organisasi publik yang menyediakan
atau menjual barang dan/atau jasa dengan maksud untuk melayani masyarakat dan
memperoleh keuntungan (surplus). Sumber pendanaan organisasi ini berasal dari
investor pemerintah, investor swasta, dan kreditor, misalnya BUMN, BUMD.
No comments:
Post a Comment